Google
 

2008-08-28

nicklseen 1916 (1)

Tahun 1916, bulan dan tanggal tidak diketahui, ... perbatasan kota nicklseen...
pasukan musuh terus berusaha menyebrangi jembatan woodenberry yang menjadi pintu masuk kota kami.

Aku ingat betul, kapten rudon mungkin bukan nama yang sebenarnya, karena belum pernah aku dengar nama orang seperti itu. Mungkin itu hanya panggilan atau nama olok-olok saat diakademi, tapi yang jelas dia berkata "Jembatan ini adalah pintu masuk musuh untuk dapat menguasai kota ini. Pertahankan jembatan ini apapun yang terjadi!". Kemana dia sekarang kira-kira, orang itu seperti siluman, kadang tiba-tiba muncul disampingku sambil menawarkan sebatang rokok. Tiba-tiba lagi sudah berada garis pertahanan depan. benar-benar orang yang luar bisa. Mungkin jika perang ini sudah berakhir kelak, dia pasti mendapat bintang penghargaan. Tapi entah kapan perang ini akan berakhir. Hari demi hari musuh serasa semakin kuat. Sebanyak apapun kami membunuh, mereka tetap terus dan terus berdatangan.

Tiba-tiba terdengar suara mortir yang melengking tinggi diikuti ledakan sekitar 30 meter dari parit yang kami buat minggu lalu. Akan terus seperti ini sampe besok pagi. Mereka terus menembakkan mortir setiap beberapa jam. Kugenggap erat-erat carbinesku. Entah kenapa seolah-olah senapan ini dapat menenangkan hatiku.

Dari jauh terdengar suara ember kaleng samar-samar. Ah.. makan malam.. selama perang ini berlangsung, hanya suara ember itu yang terdengar paling indah ditelingaku. Terlihat george tergopoh-gopoh membawa seember roti untuk kami yang berada dibarisan depan. "Satu orang satu.. satu orang satu, tadi pagi gudang makanan terbakar, tinggal ini yang tersisa, kita harus menunggu bantuan logistik" kata george.
Tak ada yang dapat kami lakukan, sepotong roti gandum harus bisa membuat kami keyang, setidaknya sampe besok pagi. Setelah george selesai membagikan dia segera bergegas merangkak lagi menuju garis pertahanan berikutnya,
Dari hari-kehari, dia menyebrangi untuk mengantarkan kami makanan dan amunisi. Entah apa kami tanpanya. Kedatangannya sangat aku rindukan, seandainya dia wanita, pasti sudah aku nikahi dia.

Malam terasa dingin, sinar bulan purnama menerangi tanah tandus dan bebatuan di antara kami dan musuh, bangkai pasukan musuh berserakan dimana-mana menutupi hampir sebagian besar sisi jembatan. Entah berapa jumlahnya, tak pernah terhitung. Bau anyir kadang tercium pekat saat angin bertiup. tak ada suara apa-apa selain suara lalat yang berterbangan. "Malam ini sepertinya kita bisa tidur nyenyak!" Bisik walter, "Sinar bulan tidak memungkinkan mereka untuk mengendap-endap masuk tanpa terlihat oleh kita". Wallter, laki-laki berusia sekitar 34, Aku ingat betul ketika pertama kali bergabung dengan pleton kami. Dia bersembunyi saat mendengar mortir meletus tak jauh darinya, tubuhnya gemetar hebat, butuh waktu cukup lama untuk membuatnya bisa berdiri tegap dan menggenggam senjatanya lagi.
Tapi sekarang wallter adalah pahlawan bagi pleton ini. Hampir semua prajurit yang ada dilubang ini pernah diselamatkan nyawanya oleh wallter.

Bersambung....

Tidak ada komentar: